TUGAS
TERSTRUKTUR
PRAKTIK
PEMBIAYAAN DI BANK SYARI’AH
Disusun Oleh:
AHMAD MUJTAHID &
TUTIK NURYANAH
NIM
: 212 006 NIM: 212 005
Disusun Guna Memenuhi Tugas UTS
Mata kuliah: Perbankan Syari’ah
Dosen pengampu: Ahmad Supriadi, S.Ag, M.Hum
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
SYARI’AH
& EKONOMI ISLAM/ AS
2015
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar
Belakang Masalah
Dalam lembaga perbankan baik itu
perbankan konvensional ataupun syariah dalam operasionalnya meliputi 3 aspek
pokok, yaitu penghimpunan dana (funding), pembiayaan (financing)
dan jasa (service).
Pembiayaan merupakan salah satu
tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi
kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit.
Namun pada kenyataannya yang
terjadi di masyarakat, justru sangat mengkhwatirkan dalam pengetahuan perbankan
syari’ah, terutama dalam jenis pembiayaan di bank syari’ah.
- Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian dari pembiayaan ?
2.
Apa saja jenis pembiayaan di bank
syariah ?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
- Pengertian
Pembiayaan
Pada dasarnya fungsi utama Bank
Syariah tidak jauh beda dengan bank konvensional yaitu menghimpun dana dari
masyarakat kemudian menyalurkannya kembali atau lebih dikenal sebagai fungsi
intermediasi. Dalam prakteknya bank syariah menyalurkan dana yang diperolehnya
dalam bentuk pemberian pembiayaan, baik itu pembiayaan modal usaha maupun untuk
komsumsi.
Pembiayaan
merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang
merupakan deficit unit.[1]
Kebijakan pembiayaan atau “Ion
policity” suatu bank pada dasarnya merupakan pernyataan secara garis besar
tentang arah dan tujuan pembiayaan oleh bank tersebut. Arah dan tujuan tersebut
harus sejalan dengan misi dan fungsi suatu bank, sedangkan misi dan fungsi
suatu bank adalah maksud dan tujuan “ideal” yang ditetapkan oleh pemiliknya.[2]
Sedangkan menurut UU No. 10 tahun
1998 tentang Perbankan menyatakan : Pembiayaan
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
- Jenis-jenis
Pembiayaan
Menurut sifat penggunaannya, Pembiayaan dapat
dibagi menjadi dua hal berikut :
1.
Pembiayaan produktif, yaitu
pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas,
yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun
investasi.
2.
Pembiayaan konsumtif, yaitu
pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis
digunakan umtuk memenuhi kebutuhan.[3]
Bank Syariah
dapat menyediakan pembiayaan komersil untuk pemenuhan kebutuhan barang konsumsi
dengan menggunakan skema berikut ini :[4]
1.
Al-ba’I bi tsaman ajil (salah satuk
bentuk murabahah) atau jual beli dengan angsuran.
2.
Al-ijarah al-muntahia bit-tamlik atau sewa
beli
3.
Al-musyarakah mutanaqishah atau decreasing
participation, di mana secara bertahap bank menurunkan jumlah
partisipasinya.
4.
Ar-Rahn untuk
memenuhi kebutuhan jasa.
Menurut
keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal berikut :
1.
Pembiayaan Modal Kerja
Pembiayaan
modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi
kebutuhan: a) peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil
produksi, maupun secara kalitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil
produksi. b) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place
dari suatu barang.
Unsur-unsur modal kerja terdiri
atas komponen-komponen alat likuid (cash), piutang dagang (receivable),
dan persediaan (inventory) yang umumnya terdiri atas persediaan bahan
baku (raw material), persediaan barang dalam proses (work in process),
dan persediaan barang jadi (finished goods). Oleh karena itu,
pembaiayaan modal kerja merupakan salah satu kombinasi dari pembiayaan
likuiditas (cash financing), pembiayaan piutang (receivable financing),
dan pembiayaan persediaan (inventory financing ).[5]
Bank Syariah dapat membantu
memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja tersebut bukan dengan meminjamkan uang,
melainkan dengan menjalin partnership dengan nasabah, di man bank bertindak
sebagai penyandang dana (shahibul maal), sedangkan naasabah sebagai
pengusaha (mudharib). Skema pembiayaan semacam ini disebut dengan mudharabah
(trust financing).[6]
a)
Pembiayaan Likuiditas (Cash
Financing)
Pembiayaan ini pada umumnya digunakan untuk
memenuhi kebutuhan yang timbul akibat terjadinya ketidakseuaian (mismatched)
antara cash inflowdan cash outflow pada nasabah.[7]
Bank syari’ah dapat menyediakan fasilitas
semacam itu dalam bentuk qardh timbal balik atau yang disebut compensating
balance. Melalui fasilitas ini, nasabah harus membuka rekening giro dan
bank tidak memberikan bonus atas giro tersebut. Bila nasabah mengalami situasi mismatched,
nasabah dapat menarik dana melebihi saldo yang tersedia sehingga menjadi
negative sampai maksimum jumlah yang disepakati dalam akad. Atas fasilitas ini
bank tidak dibenarkan meminta imbalan apa pun kecuali sebatas biaya admistrasi
pengelolaan fasilitas tersebut.[8]
b)
Pembiayaan Likuiditas (Inventory
Financing)
Bank Syariah mempunyai mekanime tersendiri
umtuk memenuhi kebutuhan pendanaan persediaan tersebut, yaitu antara lain
dengan menggunakan prinsip jual beli (al-bai’) dalam dua tahap. Tahap pertama,
bank mengadakan (membeli dari supplier secara tunai) barang-barang yang
dibutuhkan oleh nasabah. Tahap kedua, bank menjual kepada nasabah pembeli
dengan pembayaran tangguh dan dengan mengambil keuntungan yang disepakati
bersama antara bank dan nasabah.
2.
Pembiayaan Investasi
Pembiayaan
investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital
goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
Ciri-ciri pembiayaan investasi
adalah :
a)
untuk pengadaan barang-barang modal
b)
mempunyai perencanaan alokasi dana
yang matang dan terarah
c)
berjangka waktu menengah dan
panjang
Melihat luasnya aspek yang harus dikelola dan dipantau maka untuk
pembiayaan investasi bank syariah menggunakan skema musyarakah mutanaqishah.
Dalam hal ini, bank memberikan pembiayaan dengan prinsip penyertaan, dan secara
bertahap bank melepaskan penyertaanya dan pemilik perusahaan akan mengambil
alih kembali, baik dengan menggunakan surplus cash flow yang tercipta
maupun dengan menambah modal, baik yang berasal dari setoran pemegang saham
yang ada maupun dengan mengundang pemegang saham.
Skema lain yang digunakan oleh bank syari’ah adalah al-ijarah
al-muntahia bit-tamlik, yaitu menyewakan barang modal dengan opsi diakhiri
dengan pemilikan. Sumber perusahaan untuk pembayaran sewa ini adalah amortisasi
atas barang modal yang bersangkutan, surplus, dan sumber-sumber lain yang
dapat diperoleh perusahaan.[9]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pembiayaan
merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang
merupakan deficit unit.
Sedangkan menurut UU No. 10 tahun
1998 tentang Perbankan menyatakan : Pembiayaan
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Tujuan pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan
ekonomi sesuai dengan nilai-nilai islam. Pembiayaan tersebut harus dapat
dinikmati oleh pengusaha yang bergerak dibidang industri, pertanian, dan
perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan
distribusi barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam
negeri maupun ekspor.
Menurut sifat penggunaannya,
Pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal berikut :
1.
Pembiayaan produktif, yaitu
pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas,
yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun
investasi.
2.
Pembiayaan konsumtif, yaitu
pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis
digunakan umtuk memenuhi kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Jihad Abdullah Husain Abu Uwaimir, Attarsyid asy-Syari lil-Bunuk
al-Qaimah, Kairo, al-Ittihad ad Dauli lil-Bunuk al-Islamiah, 1986
Khaerul Umam, Manajemen Perbankan Syari’ah, Bandung, CV Pustaka
Setia, 2013
Muhammad Syafi’i Antonio,
Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta, Gema Insani, 2001
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syaria’ah: Bagi Bankir dan Praktisi
Keuangan, Jakarta, Bank Indonesia dan Tazkia Institute, 1999
Sami Hasan Ahmad Hamaoud, Tathujir al-A’mal al-Mash-rafiyyah
bima Yattafiqu wasy-Syariah al-Islamiah, Amman, Matbaath asy-Syarq wa
Maktabuha, 1982
Zainul Arifin, Pasar Uang dan Valuta Asing Berbasis Syariah,
paper dipresentasikan di Bank Indonesia, Jakarta, 21 Desember 1998
[1] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank
Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta, Gema Insani, 2001, hal. 160
[4] Sami Hasan Ahmad Hamaoud, Tathujir
al-A’mal al-Mash-rafiyyah bima Yattafiqu wasy-Syariah al-Islamiah, Amman,
Matbaath asy-Syarq wa Maktabuha, 1982
[5] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syaria’ah:
Bagi Bankir dan Praktisi Keuangan, Jakarta, Bank Indonesia dan Tazkia
Institute, 1999
[8] Zainul Arifin, Pasar Uang dan Valuta Asing
Berbasis Syariah, paper dipresentasikan di Bank Indonesia, Jakarta, 21
Desember 1998
[9] Jihad Abdullah Husain Abu Uwaimir, Attarsyid
asy-Syari lil-Bunuk al-Qaimah, Kairo, al-Ittihad ad Dauli lil-Bunuk
al-Islamiah, 1986