Diskusi Bareng

Selamat Belajar!!

Minggu, 12 Juni 2016

Makalah praktik pembiayaan di bank syariah

TUGAS TERSTRUKTUR

PRAKTIK PEMBIAYAAN DI BANK SYARI’AH


Disusun Oleh:
AHMAD MUJTAHID & TUTIK NURYANAH
NIM : 212 006                     NIM: 212 005


Disusun Guna Memenuhi Tugas UTS
Mata kuliah: Perbankan Syari’ah
Dosen pengampu: Ahmad Supriadi, S.Ag, M.Hum









SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH & EKONOMI ISLAM/ AS
2015




BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah
Dalam lembaga perbankan baik itu perbankan konvensional ataupun syariah dalam operasionalnya meliputi 3 aspek pokok, yaitu penghimpunan dana (funding), pembiayaan (financing) dan jasa (service).
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit.
Namun pada kenyataannya yang terjadi di masyarakat, justru sangat mengkhwatirkan dalam pengetahuan perbankan syari’ah, terutama dalam jenis pembiayaan di bank syari’ah.

  1. Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari pembiayaan ?
2.      Apa saja jenis pembiayaan di bank syariah ?


BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pengertian Pembiayaan
Pada dasarnya fungsi utama Bank Syariah tidak jauh beda dengan bank konvensional yaitu menghimpun dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya kembali atau lebih dikenal sebagai fungsi intermediasi. Dalam prakteknya bank syariah menyalurkan dana yang diperolehnya dalam bentuk pemberian pembiayaan, baik itu pembiayaan modal usaha maupun untuk komsumsi.
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit.[1]
Kebijakan pembiayaan atau “Ion policity” suatu bank pada dasarnya merupakan pernyataan secara garis besar tentang arah dan tujuan pembiayaan oleh bank tersebut. Arah dan tujuan tersebut harus sejalan dengan misi dan fungsi suatu bank, sedangkan misi dan fungsi suatu bank adalah maksud dan tujuan “ideal” yang ditetapkan oleh pemiliknya.[2]
Sedangkan menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan : Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
  1. Jenis-jenis Pembiayaan
Menurut sifat penggunaannya, Pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal berikut :
1.      Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.
2.      Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan umtuk memenuhi kebutuhan.[3]
Bank Syariah dapat menyediakan pembiayaan komersil untuk pemenuhan kebutuhan barang konsumsi dengan menggunakan skema berikut ini :[4]
1.      Al-ba’I bi tsaman ajil (salah satuk bentuk murabahah) atau jual beli dengan angsuran.
2.      Al-ijarah al-muntahia bit-tamlik atau sewa beli
3.      Al-musyarakah mutanaqishah atau decreasing participation, di mana secara bertahap bank menurunkan jumlah partisipasinya.
4.      Ar-Rahn untuk memenuhi kebutuhan jasa.
Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal berikut :
1.      Pembiayaan Modal Kerja
Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: a) peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kalitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi. b) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
Unsur-unsur modal kerja terdiri atas komponen-komponen alat likuid (cash), piutang dagang (receivable), dan persediaan (inventory) yang umumnya terdiri atas persediaan bahan baku (raw material), persediaan barang dalam proses (work in process), dan persediaan barang jadi (finished goods). Oleh karena itu, pembaiayaan modal kerja merupakan salah satu kombinasi dari pembiayaan likuiditas (cash financing), pembiayaan piutang (receivable financing), dan pembiayaan persediaan (inventory financing ).[5]
Bank Syariah dapat membantu memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja tersebut bukan dengan meminjamkan uang, melainkan dengan menjalin partnership dengan nasabah, di man bank bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal), sedangkan naasabah sebagai pengusaha (mudharib). Skema pembiayaan semacam ini disebut dengan mudharabah (trust financing).[6]
a)      Pembiayaan Likuiditas (Cash Financing)
Pembiayaan ini pada umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang timbul akibat terjadinya ketidakseuaian (mismatched) antara cash inflowdan cash outflow pada nasabah.[7]
Bank syari’ah dapat menyediakan fasilitas semacam itu dalam bentuk qardh timbal balik atau yang disebut compensating balance. Melalui fasilitas ini, nasabah harus membuka rekening giro dan bank tidak memberikan bonus atas giro tersebut. Bila nasabah mengalami situasi mismatched, nasabah dapat menarik dana melebihi saldo yang tersedia sehingga menjadi negative sampai maksimum jumlah yang disepakati dalam akad. Atas fasilitas ini bank tidak dibenarkan meminta imbalan apa pun kecuali sebatas biaya admistrasi pengelolaan fasilitas tersebut.[8]
b)      Pembiayaan Likuiditas (Inventory Financing)
Bank Syariah mempunyai mekanime tersendiri umtuk memenuhi kebutuhan pendanaan persediaan tersebut, yaitu antara lain dengan menggunakan prinsip jual beli (al-bai’) dalam dua tahap. Tahap pertama, bank mengadakan (membeli dari supplier secara tunai) barang-barang yang dibutuhkan oleh nasabah. Tahap kedua, bank menjual kepada nasabah pembeli dengan pembayaran tangguh dan dengan mengambil keuntungan yang disepakati bersama antara bank dan nasabah.
2.      Pembiayaan Investasi
Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
Ciri-ciri pembiayaan investasi adalah :
a)      untuk pengadaan barang-barang modal
b)      mempunyai perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah
c)      berjangka waktu menengah dan panjang
Melihat luasnya aspek yang harus dikelola dan dipantau maka untuk pembiayaan investasi bank syariah menggunakan skema musyarakah mutanaqishah. Dalam hal ini, bank memberikan pembiayaan dengan prinsip penyertaan, dan secara bertahap bank melepaskan penyertaanya dan pemilik perusahaan akan mengambil alih kembali, baik dengan menggunakan surplus cash flow yang tercipta maupun dengan menambah modal, baik yang berasal dari setoran pemegang saham yang ada maupun dengan mengundang pemegang saham.
Skema lain yang digunakan oleh bank syari’ah adalah al-ijarah al-muntahia bit-tamlik, yaitu menyewakan barang modal dengan opsi diakhiri dengan pemilikan. Sumber perusahaan untuk pembayaran sewa ini adalah amortisasi atas barang modal yang bersangkutan, surplus, dan sumber-sumber lain yang dapat diperoleh perusahaan.[9]



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit.
Sedangkan menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan : Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai islam. Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh pengusaha yang bergerak dibidang industri, pertanian, dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.
Menurut sifat penggunaannya, Pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal berikut :
1.      Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.
2.      Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan umtuk memenuhi kebutuhan.




DAFTAR PUSTAKA

Jihad Abdullah Husain Abu Uwaimir, Attarsyid asy-Syari lil-Bunuk al-Qaimah, Kairo, al-Ittihad ad Dauli lil-Bunuk al-Islamiah, 1986
Khaerul Umam, Manajemen Perbankan Syari’ah, Bandung, CV Pustaka Setia, 2013
Muhammad Syafi’i Antonio,  Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta, Gema Insani, 2001
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syaria’ah: Bagi Bankir dan Praktisi Keuangan, Jakarta, Bank Indonesia dan Tazkia Institute, 1999
Sami Hasan Ahmad Hamaoud, Tathujir al-A’mal al-Mash-rafiyyah bima Yattafiqu wasy-Syariah al-Islamiah, Amman, Matbaath asy-Syarq wa Maktabuha, 1982
Zainul Arifin, Pasar Uang dan Valuta Asing Berbasis Syariah, paper dipresentasikan di Bank Indonesia, Jakarta, 21 Desember 1998




[1] Muhammad Syafi’i Antonio,  Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta, Gema Insani, 2001, hal. 160
[2] Khaerul Umam, Manajemen Perbankan Syari’ah, Bandung, CV Pustaka Setia, 2013, hal. 211
[3] Muhammad Syafi’i Antonio, Op Cit, hal. 160-161
[4] Sami Hasan Ahmad Hamaoud, Tathujir al-A’mal al-Mash-rafiyyah bima Yattafiqu wasy-Syariah al-Islamiah, Amman, Matbaath asy-Syarq wa Maktabuha, 1982
[5] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syaria’ah: Bagi Bankir dan Praktisi Keuangan, Jakarta, Bank Indonesia dan Tazkia Institute, 1999
[6] Muhammad Syafi’i Antonio, Op Cit, hal.161-162
[7] Muhammad Syafi’i Antonio, Op Cit, hal. 162
[8] Zainul Arifin, Pasar Uang dan Valuta Asing Berbasis Syariah, paper dipresentasikan di Bank Indonesia, Jakarta, 21 Desember 1998
[9] Jihad Abdullah Husain Abu Uwaimir, Attarsyid asy-Syari lil-Bunuk al-Qaimah, Kairo, al-Ittihad ad Dauli lil-Bunuk al-Islamiah, 1986