المحرمات من
النساء أو الإنكحة المحرمة
Perbaikan Makalah
Disusun guna memenuhi Tugas Akhir Semester
Mata kuliah Bahtsul Kutub
Dosen pengampu Suhadi M.SI
Disusun Oleh :
Ahmad Mujtahid
(212 006)
Hilya Fatimah (212 005)
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
SYARI’AH & EKONOMI ISLAM
PROGRAM STUDI
AKHWAL ASSYAKHSHIYAH
TAHUN 2014
المحرمات من النساء
أو الإنكحة المحرمة
وقد ذكرهن الله تعالى في كتابه بقوله
عز وجل : (وَلَا تَنكِحُواْ مَا نَكَحَ ءَابَآؤُكُم
مِّنَ ٱلنِّسَآءِ إِلَّا مَا قَدۡ سَلَفَۚ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ وَمَقۡتٗا وَسَآءَ
سَبِيلًا۞حُرِّمَتۡ عَلَيۡكُمۡ أُمَّهَٰتُكُمۡ وَبَنَاتُكُمۡ وَأَخَوَٰتُكُمۡ وَعَمَّٰتُكُمۡ
وَخَٰلَٰتُكُمۡ وَبَنَاتُ ٱلۡأَخِ وَبَنَاتُ ٱلۡأُخۡتِ وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِيٓ
أَرۡضَعۡنَكُمۡ وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمۡ وَرَبَٰٓئِبُكُمُ
ٱلَّٰتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِي دَخَلۡتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمۡ
تَكُونُواْ دَخَلۡتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ وَحَلَٰٓئِلُ أَبۡنَآئِكُمُ
ٱلَّذِينَ مِنۡ أَصۡلَٰبِكُمۡ وَأَن تَجۡمَعُواْ بَيۡنَ ٱلۡأُخۡتَيۡنِ إِلَّا مَا قَدۡ
سَلَفَۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورٗا رَّحِيمٗا۞وَٱلۡمُحۡصَنَٰتُ مِنَ ٱلنِّسَآءِ
إِلَّا مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۖ كِتَٰبَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡۚ وَأُحِلَّ لَكُم مَّا
وَرَآءَ ذَٰلِكُمۡ أَن تَبۡتَغُواْ بِأَمۡوَٰلِكُم مُّحۡصِنِينَ غَيۡرَ مُسَٰفِحِينَۚ
فَمَا ٱسۡتَمۡتَعۡتُم بِهِۦ مِنۡهُنَّ فََٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةٗۚ وَلَا
جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ فِيمَا تَرَٰضَيۡتُم بِهِۦ مِنۢ بَعۡدِ ٱلۡفَرِيضَةِۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا
حَكِيمٗا)[1]
والمحرمات من النساء نوعان : نوع
يحرم حرمة مؤبدة ، و نوع يحرم حرمة مؤقتة. والتحريم المؤبد إما من جهة النسب ، أو
من جهة المصاهرة، أو من جهة الرضاع.
والنساءالمحرمات عندالمالكية (48)
إمرأة، خمس وعشرون مؤبدات : سبع من النسب : الأم، والبنت، والخالة، والأخت، والعمة،
وبنت الأخ، وبنت الأخت، ومثلهن من الرضاع . وأربع بالصهر : أم الزوجة وبنتها،
وزوجةالأب والابن، ومثلهن من الرضاع، ونساء النبي صلى الله عليه وسلم، والملاعنة،
والمنكوحة فى العدة.
وغيرالمؤبدة : ثلاث وعشرون :
المرتدة، وغيرالكتبية، والخامسة، والمتزوجة، والمعتدة، والمستبرأة، والحامل،
والمبتوتة، والأمة المشتركة، والأمة الكافرة، والأمة المسلمة لواجد الطول، وأمة الابن
وأمة نفسه، وسيدته، وأم سيده، والمحرمة بالحج، والمريضة، وأخت زوجته، وخالتها،
وعمتها، فلا يجوز الجمع بينهما، والمنكوحة يوم الجمعة عند الزوال، والمخطوبة بعد
الركون للغير، واليتيمة غير البالغ.
محرمات مؤبدا : فلا يجوز للرجل
زواجها في كل وقت.
محرمات مؤقتا : لا يجوز للرجل زواجهن
في حالة خاصة فإذا زالت هذه الحالة صار زواجهن حلالا.
و
|
حرف عطف
|
Dan
|
|
قد
|
حرف توكيد
|
Sesungguhnya
|
|
ذكر
|
فعل ماض
|
Menyebutkan
|
|
هن
|
اسم ضمير
|
Mereka (perempuan)
|
|
الله
|
اسم علم
|
Allah
|
|
في
|
حرف جير
|
Di dalam
|
|
كتاب
|
اسم نكرة
|
Kitab
|
|
ه
|
اسم ضمير
|
Nya
|
|
ب
|
حرف جير
|
Dengan
|
|
قول
|
اسم مصدر
|
Sabda
|
|
المحرمات
|
اسم مصدر
|
Yang diharamkan
|
|
من
|
حرف جير
|
Dari
|
|
النساء
|
اسم نكرة
|
Perempuan
|
|
نوعان
|
اسم تثنية
|
2 macam
|
|
نوع
|
اسم نكرة
|
Macam
|
|
يحرم
|
فعل مضرع
|
Haram
|
|
حرمة
|
اسم مصدر
|
Dengan haram
|
|
مؤبدة
|
اسم مصدر
|
Selamanya
|
|
مؤقتة
|
اسم مصدر
|
Sementara waktu
|
|
التحريم
|
اسم مصدر
|
Pengharaman
|
|
المؤبد
|
اسم مصدر
|
Sealamnya
|
|
جهة
|
اسم مفرد
|
Arab
|
|
النسب
|
اسم مصدر
|
Nasab (Keturunan)
|
|
المصاهرة
|
اسم مصدر
|
Semenda
|
|
او
|
حرف عطف
|
Atau
|
|
الرضاع
|
اسم مصدر
|
Sepersusuan
|
|
عند
|
اسم ظرف
|
Menurut
|
|
المالكية
|
اسم علم
|
Mazhab Maliki
|
|
امراة
|
اسم مفرد
|
Perempuan
|
|
خمس و عشرون
|
اسم عدد
|
Dua puluh lima
|
|
مؤبدات
|
اسم مصدر
|
Selamanya
|
|
سبع
|
اسم عدد
|
Tujuh
|
|
الام
|
اسم مفرد
|
Ibu
|
|
البنت
|
اسم مفرد
|
Anak perempuan
|
|
الخالة
|
اسم مفرد
|
Bibi (dari ayah)
|
|
الاخت
|
اسم مفرد
|
Saudara perempuan
|
|
العمة
|
اسم مفرد
|
Bibi (dari ibu)
|
|
مثل
|
اسم مفرد
|
Seperti
|
|
العدة
|
اسم مصدر
|
Masa iddah
|
|
ثلاث وعشرون
|
اسم عدد
|
Dua puluh tiga
|
|
المرتدة
|
اسم مصدر
|
Wanita yang murtad
|
|
المتزوجة
|
اسم مصدر
|
Wanita yang sudah menikah
|
|
المشتركة
|
اسم مصدر
|
Budak sepersekutuan
|
|
الكافرة
|
اسم مصدر
|
Budak kafir
|
|
سيدة
|
اسم مصدر
|
Majikan perempuan
|
|
سيد
|
اسم مصدر
|
Ibu majikan
|
|
الحامل
|
اسم فاعل
|
Wanita hamil
|
|
المحرمة
|
اسم مصدر
|
Wanita yang ihram sebab haji
|
|
المريضة
|
اسم مصدر
|
Perempuan sakit
|
|
زالت
|
فعل ماض
|
Hilang
|
|
خاصة
|
اسم مصدر
|
Husus
|
|
حالة
|
اسم مصمر
|
Keadaan
|
|
اليتيمة
|
اسم مصدر
|
Perempuan yatim
|
|
غير
|
اسم استثناء
|
Kecuali
|
|
البالغ
|
اسم فاعل
|
Baligh
|
|
الجمع
|
اسم مصدر
|
Mengumpulkan
|
|
الزوال
|
اسم مصدر
|
Tenggelamnya matahari
|
|
حلالا
|
اسم مصدر
|
Halal
|
|
اسم نكرة
|
wanita yang menjalani iddah
|
TERJEMAH
Allah SWT sesungguhnya telah
menyebutkan mereka dalam sabdanya :
وَلَا تَنكِحُواْ مَا نَكَحَ ءَابَآؤُكُم
مِّنَ ٱلنِّسَآءِ إِلَّا مَا قَدۡ سَلَفَۚ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ وَمَقۡتٗا وَسَآءَ
سَبِيلًا۞حُرِّمَتۡ عَلَيۡكُمۡ أُمَّهَٰتُكُمۡ وَبَنَاتُكُمۡ وَأَخَوَٰتُكُمۡ وَعَمَّٰتُكُمۡ
وَخَٰلَٰتُكُمۡ وَبَنَاتُ ٱلۡأَخِ وَبَنَاتُ ٱلۡأُخۡتِ وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِيٓ
أَرۡضَعۡنَكُمۡ وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمۡ وَرَبَٰٓئِبُكُمُ
ٱلَّٰتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِي دَخَلۡتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمۡ
تَكُونُواْ دَخَلۡتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ وَحَلَٰٓئِلُ أَبۡنَآئِكُمُ
ٱلَّذِينَ مِنۡ أَصۡلَٰبِكُمۡ وَأَن تَجۡمَعُواْ بَيۡنَ ٱلۡأُخۡتَيۡنِ إِلَّا مَا قَدۡ
سَلَفَۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورٗا رَّحِيمٗا۞وَٱلۡمُحۡصَنَٰتُ مِنَ ٱلنِّسَآءِ
إِلَّا مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۖ كِتَٰبَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡۚ وَأُحِلَّ لَكُم مَّا
وَرَآءَ ذَٰلِكُمۡ أَن تَبۡتَغُواْ بِأَمۡوَٰلِكُم مُّحۡصِنِينَ غَيۡرَ مُسَٰفِحِينَۚ
فَمَا ٱسۡتَمۡتَعۡتُم بِهِۦ مِنۡهُنَّ فََٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةٗۚ وَلَا
جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ فِيمَا تَرَٰضَيۡتُم بِهِۦ مِنۢ بَعۡدِ ٱلۡفَرِيضَةِۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا
حَكِيمٗا
Artinya :
22. Dan janganlah kamu
kawini wanita-wanita yang Telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang
Telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan
seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
23. Diharamkan atas kamu
(mengawini) ibu-ibumu[2];
anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara
bapakmu yang perempuan; Saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara
perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu dari isteri yang Telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum
campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu
mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);
dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali
yang Telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.
24. Dan (diharamkan juga
kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki[3]
(Allah Telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan
dihalalkan bagi kamu selain yang demikian[4](yaitu)
mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka
isteri-isteri yang Telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah
kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah
Mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu Telah saling merelakannya, sesudah
menentukan mahar itu[5].
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Perempuan yang diharamkan untuk
dinikahi ada 2 macam : Haram selamanya untuk dinikahi dan haram sementara
waktu.
Perempuan yang diharamkan menurut
mazhab maliki ada 48 perempuan, 25 haram selamanya yaitu 7 sebab nasab
(keturunan) ialah : Ibu, anak perempuan, Bibi (dari ayah), Saudara perempuan,
Bibi (dari ibu), Anak perempuan dari saudara laki-laki, anak perempuan dari
saudara perempuan, dan seperti mereka dari sepersusuan.
4 sebab semenda (perkawinan) yaitu : Ibu dari isteri (mertua) dan
anak perempuannya, isteri ayah dan anak, dan seperti mereka dari sepersususan,
isteri-isteri nabi SAW, perempuan yang dinikahi dalam masa iddah dan wanita
yang disumpah li’an.
Selain yang diharamkan selamanya ada 23 yaitu : wanita yang murtad,
selain kafir kitabi, wanita yang dijadikan isteri kelima, wanita yang bersuami,
wanita yang hamil, wanita yang menjalani iddah, budak persekutuan, budak
kafitr, majikan perempuan, ibu majikan, wanita yang sakit, saudara perempuan dari
isterinya, bibinya (dari ayah), bibinya (dari ibu), wanita yang ihram sebab haji, wanita yang dinikahi pada hari jum’at
ketika tergelincirnya matahari, wanita yang dilamar setelah teguh kepada yang lain, anak perempuan yatim yang belum baligh.
Perempuan yang diharamkan selamanya maka laki-laki tidak diperbolehkan
untuk menikahinya selamanya. Perempuan yang diharamkan sementara waktu adalah
seorang laki-laki tidak diperbolehkan menikah didalam keadaan tertentu, apabila
keadaan tersebut hilang maka halal menikahinya.
KAJIAN FIQH
Wanita-wanita
yang haram dinikahi dapat dijelaskan sebagai berikut:
Ibu (اْلأُمُّ) yakni wanita yang melahirkan kita, baik secara hakiki yakni
yang melahirkan secara langsung maupun majazi seperti ibunya ibu, ibunya
ayah, dua nenek ibu, dua nenek ayah, neneknya nenek, neneknya kakek, dan
seterusnya ke atas tanpa membedakan apakah termasuk ahli waris ataukah bukan.
Putri (الْبِنْتُ) yakni wanita yang lahir karena benih kita, baik secara hakiki
yakni putri kandung maupun majazi seperti putrinya putra, putrinya putri
dan seterusnya ke bawah tanpa membedakan apakah termasuk ahli waris ataukah
bukan.
Saudari (الأُخْتُ) baik saudari sekandung, seayah, maupun seibu. Saudari dari tiga
arah seperti ini semuanya termasuk Mahram yang haram dinikahi.
Bibi Patriarkal (العَمَّةُ) yakni saudari ayah, baik status kekerabatan dengan ayah adalah
saudari sekandung, saudari seayah, maupun saudari seibu. Termasuk definisi ini
adalah saudari-saudari kakek, tanpa membedakan apakah kakek dari pihak ibu
ataukah dari pihak ayah, kakek dekat ataukah jauh, mewarisi ataukah tidak
mewarisi. Semuanya dihukumi Mahram yang haram dinikahi.
Bibi Matriarkal (الْخَالَةُ) yakni saudari ibu, baik status kekerabatan dengan ibu adalah
saudari sekandung, saudari seayah, maupun sudari seibu. Termasuk definisi ini
adalah saudari-saudari nenek, tanpa membedakan apakah nenek dari pihak ibu
ataukah dari pihak ayah, nenek dekat ataukah jauh, mewarisi ataukah tidak
mewarisi. Semuanya dihukumi Mahram yang haram dinikahi karena setiap nenek
adalah ibu, sehingga saudari nenek dihukumi bibi matriarkal yang haram dinikahi.
Putrinya saudara (بِنْتُ
اْلأَخِ) yakni keponakan/kemenakan
perempuan, tanpa membedakan apakah keponakan tersebut adalah putrinya saudara
kandung, saudara seayah ataukah saudara seibu. Putrinya saudara di sini juga
mencakup putri dalam makna hakiki yakni putri kandung maupun majazi
seperti putrinya putra, putrinya putri dan seterusnya ke bawah tanpa
membedakan apakah termasuk ahli waris ataukah bukan.
Putrinya saudari (بِنْتُ
اْلأُخْتِ) yakni keponakan/kemenakan
perempuan juga, tanpa membedakan apakah keponakan tersebut adalah putrinya
saudari kandung, saudari seayah ataukah saudari seibu. Putrinya saudari di sini
juga mencakup putri dalam makna hakiki yakni putri kandung maupun majazi
seperti putrinya putra, putrinya putri dan seterusnya ke bawah tanpa
membedakan apakah termasuk ahli waris ataukah bukan.
Ibu Susu (الأُمُّ الْمُرْضِعُ) yakni wanita yang menyusui kita.
termasuk dalam definisi ini adalah ibunya ibu susu, neneknya ibu susu, demikian
terus ke atas.
Saudari Susu (الأُخْتُ مِنَ الرَّضَاعَةِ) Ibu susu
dihukumi seperti ibu kandung dalam hal kemahraman nikah. karena itu, wanita
yang telah menyusui kita, berarti putri wanita tersebut adalah saudari kita
yang haram dinikahi. Wanita yang disusui ibu kita,
berarti wanita tersebut adalah saudari kita karena ibu kita adalah ibu susunya.
Demikian pula jika kita menyusu pada seorang ibu susu asing dan ada wanita yang
juga menyusu pada ibu susu asing tersebut, dalam kondisi ini wanita itu juga
menjadi saudari kita yang haram dinikahi karena ibu susu kita dengan wanita
tersebut adalah ibu susu yang sama. Bahkan pada kasus Laban Fahl/susu pria (لَبَنُ اْلفَحْلِ) hukum
kemahroman tetap berlaku, meski beda yang menyusui. Maksud istilah Laban Fahl,
ilustrasinya adalah sebagai berikut: Seorang lelaki menikahi empat wanita
kemudian masing-masing digauli sehingga punya anak dan menyusui. Kemudian ada
empat bayi perempuan asing yang masing-masing menyusu pada empat istri lelaki
tersebut, yakni satu bayi mendapat satu ibu susu. Lalu ada satu bayi laki-laki
yang menyusu pada salah satu istri lelaki tersebut. Dalam kondisi ini, seluruh
bayi wanita yang menyusu tadi statusnya adalah saudari bagi bayi lelaki yang
menyusu yang haram dinikahi. Hal itu dikarenakan, meskipun yang menjadi saudari
susu langsung bagi bayi laki-laki tadi hanyalah satu bayi wanita (mengingat
keduanya memiliki satu ibu susu yang sama), sementara tiga bayi wanita yang
lain disusui ibu susu yang lain sehingga ibu susunya tidak sama dengan ibu susu
bayi lelaki tersebut, namun tiga bayi wanita tersebut tetap dihukumi saudari
karena seluruh wanita yang menyusui dalam kasus ini bisa menyusui hanya
disebabkan oleh benih yang ditanamkan lelaki yang menjadi suaminya. Jadi,
meskipun air susu para wanita itu berbeda-beda, namun asalnya tetap satu, yakni
benih suaminya. Karena suami yang “berperan” membuat air susu para wanita yang
menjadi istrinya itu bisa keluar, maka “peran” ini dinamakan dengan istilah
Laban Fahl (susu pria). Bukan susu dalam arti hakiki, tapi majazi. Yakni
prialah yang membuat air susu wanita menjadi bisa keluar, sehingga seluruh susu
yang terbit karena perannya ini semuanya dihukumi satu susu, walaupun keluar
dari wanita yang berbeda-beda.
Ibu Mertua (أُمُّ الزَّوْجَةِ) yakni, ibu dari istri kita. Jika kita telah menikahi seorang
wanita, maka ibu dari istri kita langsung menjadi Mahram kita baik ibu karena
nasab maupun karena persusuan tanpa membedakan apakah ibu dekat ataukah ibu
jauh. Hukum kemahroman langsung berlaku setelah akad nikah dilakukan, tanpa
memperhetikan apakah istri sudah digauli ataukah tidak.
Putri Tiri (الرَّبِيْبَةُ) yakni putri-putri istri. Namun, syaratnya istri harus disetubuhi
agar hukum kemahroman berlaku. Jika istri sesudah akad nikah belum digauli
kemudian dicerai, maka putri tiri belum menjadi Mahram sehingga boleh dinikahi.
Putri tiri ini tidak dibedakan apakah putri karena nasab ataukah putri karena
persusuan, juga tidak membedakan apakah putri dekat ataukah putri jauh, juga
tidak membedakan apakah putri yang mewarisi ataukah tidak.
Menantu Putri (حَلِيْلَةُ اْلابْنِ) yakni istrinya putra dan juga istri dari putranya putri, tanpa
membedakan apakah dari nasab ataukah persusuan, dekat ataukah jauh. Hukum
kemahroman ini berlaku hanya dengan dilakukannya akad nikah, tanpa
memperhatikan apakah wanita sudah digauli ataukah belum.
Ibu tiri (زَوْجَةُ اْلأَبِ) yakni istri ayah, baik ayah dekat maupun ayah jauh, mewarisi
ataukah tidak mewarisi, karena nasab ataukah karena persusuan. Rasulullah
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
pernah memerintahkan kepada seorang shahabat untuk membunuh lelaki yang
menikahi istri ayahnya (ibu tirinya). An-Nasai meriwayatkan.
سنن النسائي (10/ 477) عَنْ الْبَرَاءِ قَالَ
لَقِيتُ خَالِي وَمَعَهُ الرَّايَةُ فَقُلْتُ أَيْنَ تُرِيدُ
قَالَ أَرْسَلَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى
رَجُلٍ تَزَوَّجَ امْرَأَةَ أَبِيهِ مِنْ بَعْدِهِ أَنْ أَضْرِبَ عُنُقَهُ أَوْ
أَقْتُلَهُ
Dari Al Barra`, ia berkata; saya berjumpa dengan pamanku, dan ia
membawa bendera. Kemudian saya katakan; engkau hendak pergi kemana? Ia berkata;
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutusku kepada seorang laki-laki
yang menikahi isteri ayahnya setelah kematiannya, agar saya penggal lehernya
atau saya membunuhnya. (H.R.An-Nasai)
Menghimpun dua saudari (الْجَمْعُ
بَيْنَ الأُخْتَيْنِ) yakni
menikahi dua bersaudari untuk dipoligami, tanpa membedakan apakah saudari
karena nasab ataukah karena persusuan, juga tidak membedakan apakah
saudari sekandung, seayah, atau seibu, juga tidak membedakan apakah menghimpun
tersebut setelah menggauli istri yang sah ataukah belum.
Menghimpun wanita dengan bibinya (الْجَمْعُ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا أَوْخَالَتِهَا) yakni menikahi seorang wanita dengan dipoligami bersama bibinya.
Larangan ini berlaku tanpa membedakan apakah bibi yang dimaksud adalah bibi
patriarkal ataukah bibi matriarkal. Dasarnya adalah hadis berikut ini;
صحيح البخاري (16/ 63) عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُجْمَعُ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا وَلَا بَيْنَ
الْمَرْأَةِ وَخَالَتِهَا
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang wanita tidak boleh dimadu dengan bibinya
baik dari jalur ibu atau ayah.” (H.R.Bukhari) Lafadz Abu Dawud berbunyi;
سنن أبى داود – م (2/ 183) عَنْ أَبِى
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ تُنْكَحُ
الْمَرْأَةُ عَلَى عَمَّتِهَا وَلاَ الْعَمَّةُ عَلَى بِنْتِ أَخِيهَا وَلاَ
الْمَرْأَةُ عَلَى خَالَتِهَا وَلاَ الْخَالَةُ عَلَى بِنْتِ أُخْتِهَا وَلاَ
تُنْكَحُ الْكُبْرَى عَلَى الصُّغْرَى وَلاَ الصُّغْرَى عَلَى الْكُبْرَى ».
Dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “ Tidak boleh seorang wanita dinikahi sebagai madu bibinya
(saudari ayah), dan seorang bibi dinikahi sebagai madu anak wanita saudara
laki-lakinya, dan tidak boleh seorang wanita dinikahi sebagai madu bibinya
(saudari ibu) dan seorang bibi sebagai madu bagi anak wanita saudara wanitanya.
Dan tidak boleh seorang kakak wanita dinikahi sebagai madu adik wanitanya, dan
adik wanita dinikahi sebagai madu kakak wanitanya.” (H.R.Abu Dawud)
Wanita yang telah bersuami (الْمُحْصَنَةُ) yakni wanita yang telah menjalin akad nikah secara sah, meskipun
dengan syariat di luar Islam seperti pernikahan wanita Yahudi atau wanita
Nasrani.
Semua wanita yang ada hubungan kekerabatan karena persusuan:
misalnya ibu susu, putri karena persusuan, saudari karena persusuan, bibi
karena persusuan, putri saudara karena persusuan, putri saudari kerana
persusuan, dst. Dasarnya adalah hadis berikut ini;
صحيح مسلم (7/ 328)
عَنْ عَمْرَةَ أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَتْهَا أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ عِنْدَهَا وَإِنَّهَا سَمِعَتْ
صَوْتَ رَجُلٍ يَسْتَأْذِنُ فِي بَيْتِ حَفْصَةَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ هَذَا رَجُلٌ يَسْتَأْذِنُ فِي بَيْتِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرَاهُ فُلَانًا لِعَمِّ حَفْصَةَ مِنْ
الرَّضَاعَةِ فَقَالَتْ عَائِشَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ كَانَ فُلَانٌ حَيًّا
لِعَمِّهَا مِنْ الرَّضَاعَةِ دَخَلَ عَلَيَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَمْ إِنَّ الرَّضَاعَةَ تُحَرِّمُ مَا تُحَرِّمُ
الْوِلَادَةُ
Dari ‘Amrah bahwasannya Aisyah telah mengabarkan kepadanya bahwa
waktu itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berada di sampingnya,
sedangkan dia (‘Aisyah) mendengar suara seorang laki-laki sedang minta izin
untuk bertemu Rasulullah di rumahnya Hafshah, ‘Aisyah berkata; Maka saya
berkata; “Wahai Rasulullah, ada seorang laki-laki yang minta izin (bertemu
denganmu) di rumahnya Hafshah”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Saya kira fulan itu adalah pamannya Hafshah dari saudara sesusuan.”
Aisyah bertanya; “Wahai Rasulullah, sekiranya fulan tersebut masih hidup -yaitu
pamannya dari saudara sesusuan- apakah dia boleh masuk pula ke rumahku?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Ya, sebab hubungan karena
susuan itu menyebabkan Mahram sebagaimana hubungan karena kelahiran.”
(H.R.Muslim) Lafadz Bukhari berbunyi;
صحيح البخاري (9/ 124) عَنْ ابْنِ
عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بِنْتِ حَمْزَةَ لَا تَحِلُّ
لِي يَحْرُمُ مِنْ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنْ النَّسَبِ هِيَ بِنْتُ أَخِي مِنْ
الرَّضَاعَةِ
Dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhu berkata; Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam berkata tentang putri Hamzah: “Dia tidak halal bagiku karena
apa yang diharamkan karena sepersusuan sama diharamkan karena keturunan
sedangkan dia adalah putri dari saudaraku sepersusuan”. (H.R.Bukhari)
Makna hadis di atas; semua wanita yang diharamkan karena hubungan
kekerabatan nasab seperti ibu, putri, saudari, dan sebagainya maka hukum yang
sama berlaku pada wanita yang memiliki hubungan kekerabatan karena persusuan.
Aisyah dihitung Mahram bagi saudara Abu Al-Qu’ais karena istri Abu Al-Qu’ais
pernah menyusui Aisyah, sehingga hubungan kekerabatan antara Aisyah dengan
saudara Abu Al-Qu’ais adalah Aisyah menjadi putri saudara Abu ‘Al-Qu’ais karena
persusuan. Bukhari meriwayatkan;
صحيح البخاري (19/ 130) عَنْ عَائِشَةَ
قَالَتْ إِنَّ أَفْلَحَ أَخَا أَبِي الْقُعَيْسِ
اسْتَأْذَنَ عَلَيَّ بَعْدَ مَا نَزَلَ الْحِجَابُ فَقُلْتُ وَاللَّهِ لَا آذَنُ
لَهُ حَتَّى أَسْتَأْذِنَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَإِنَّ أَخَا أَبِي الْقُعَيْسِ لَيْسَ هُوَ أَرْضَعَنِي وَلَكِنْ أَرْضَعَتْنِي
امْرَأَةُ أَبِي الْقُعَيْسِ فَدَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ الرَّجُلَ لَيْسَ هُوَ
أَرْضَعَنِي وَلَكِنْ أَرْضَعَتْنِي امْرَأَتُهُ قَالَ ائْذَنِي لَهُ فَإِنَّهُ
عَمُّكِ تَرِبَتْ يَمِينُكِ
Dari Aisyah sesungguhnya Aflah saudara Abu Al Qu’ais pernah meminta
izin untuk menemuiku setelah turun (ayat) hijab, maka aku berkata; “Demi Allah,
aku tidak akan mengizinkannya (masuk) sebelum aku meminta izin kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, karena saudara Abu Al Qu’ais bukanlah
orang yang menyusuiku, akan tetapi yang menyusuiku adalah isterinya Abu
Al-Qu’ais.” Beberapa saat kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
datang, lalu aku berkata; “Wahai Rasulullah, sesungguhnya laki-laki itu
bukanlah orang yang menyusuiku, akan tetapi yang menyusuiku adalah isterinya,
beliau bersabda: “Izinkanlah ia (masuk) karena dia adalah pamanmu, semoga kamu
beruntung!.” (H.R.Bukhari)
Selain hal yang diuraikan tadi, masih ada pernikahan yang
terlarang, diantaranya yaitu nikah dengan tujuan untuk mentalaknya, nikah
tahlil (seseorang menikahi seorang perempuan yang telah ditalak tiga oleh
suaminya dengan tujuan untuk menceraikannya kembali agar dapat dinikahi
lagi oleh mantan suaminya), nikah dengan mantan istri yang sudah ditalak tiga,
nikah shigar (seseorang yang telah menikahkan anaknya dengan seorang laki-laki,
agar ia menikahkan anaknya dengannya tanpa mahar, nikahnya seseorang yang
sedang melaksanakan ihram haji atau umrah, nikah dengan perempuan kafir, dan nikah
dengan perempuan yang tidak beragama islam.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Wahbah Az-zuhaily, Al-fiqh Al-islmi wa Adillatuhu, Dar
Al-fikr,Kairo, t.t
https://abuhauramuafa.wordpress.com/2012/10/30/wanita-wanita-yang-haram-dinikahi/
[2] maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan
seterusnya ke atas. dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak
perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang
lain-lainnya. sedang yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu, menurut Jumhur ulama termasuk juga anak tiri yang tidak dalam
pemeliharaannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar